Senin, 24 November 2008

TAMBANG TIMAH PUTIH

SISTIM PENAMBANGAN TIMAH PUTIH (Sn)

Ada beberapa istilah panamaan untuk sistim penambangan timah, baik untuk cadangan di darat maupun dilaut, yang didasarkan pada keberadaan endapan timah, besar kecilnya cadangan, serta produksi dan peralatan yang digunakan.
Nama-nama sistim penambangan tersebut antara lain tambang konvensional, tambang besar, tambang mobil dan penambangna dengan kapal keruk. Namun saat ini hanya dikenal dua istilah saja, yaitu tambang Karya (TK) dan Tambang Non Karya.
Metoda tambang semprot, dapat didefinisikan sebagai cara penambangan pada endapan alluvial yang penggaliannya menggunakan tenaga hydrolic (semprotan air).
Persyaratan dasar untuk tambang semprot pada penambangan timah di PT Tambang Timah adalah :
Endapan alluvial dengan cirri-ciri, antara lain, lunak, lebar terbatas dan terbentuk didekat permukaan.
Terdapat persediaan air yang cukup
Kekayaan mineral endapan > 2,5 kW Sn

Sarana dan Peralatan Tambang semprot.
Dilihat dari ruang lingkup kegiatan, sarana dan peralatan utama yang diperlukan pada penambangan timah yang menggunakan sistim tambang semprot adalah sebagai berikut :
Pompa semprot, dilengkapi dengan monitor yang berfungsi untuk menggali endapan timah.
Bandar Lumpur, berfungsi sebagai sarana pengaliran Lumpur hasil penggalian monitor, bias juga dilengkapidengan grizzly yang terbuat dari kayu yang dipasang dekat lubagn camoi (Sump).
Pompa tanah, berfungsi sebagai penghisap Lumpur hasil penggalian monitor.
Dam/Bendungan, berfungsi sebagai penahan air pada reservoir atau penahan Lumpur ampas dan sekaligus juga sebagai sarana jalan penghubung ke tempat-tempat tertentu. Dengan teknologi sederhana, kontruksi dam dapat dibuat dari dahan dan ranting-ranting pohon kayu.
Istalasi pencucian, biasanya terdiri atas :
Grizzly dan atau saringan
Jig Primer
Jig sekunder
Palong atau kombinasi jig dan palong


Perencanaan tambang,
Ada dua macam perencanaan tambang, yaitu :
Perencanaan jangka panjang (untuk 5 tahun)
Perencanaan jangka pendek (untuk 1 tahun)

Untuk perencanaan jangja panjang diperlukan :
Penentuan rencana produksi tahunan
Pemilahan peralatan tambang yang akan digunakan
Penentuan letek-letak instalsi pencucian dan pengolahannya.
penentuan arah-arah penambangan
Pnempatan gudang-gudang dan kator

Dalam perencanaan jangka pendek tersusun rencana operasi penambangan selama satu tahun, yang meliputi :
Rencana produksi satu tahun
2. Rencana pembukaan tambang
3. Membuat jadwal waktu (time schedule) pelaksanaan kegiatan

Penyiapan penambangan (development)
Pekerjaan fisik yang diperlukan untuk penambangan dengan sistim tambang semprot, mulai dari penyiapan penambangan sampai eksplorasi, adalah :
mempersiapkan peralatan tambang yang diperlukan, seperti : mesin, generator, pompa tanah, pompa semprot, pipa-pipa beserta perlengkapannya dll.
Setelah pematokan batas-batas cadangan timah yang akan dikerjakan misalnya dalam satu tahun, dilakukan penebasan-penebasan dan pembongkaran kayu-kayu yang sudah ditebang pada daerah cadangan timah tersebut, apabila diperlukan, tangul-tangul dibersihkan dengan buldoser.
Penempatan instalasi pompa-pompa, pembuatan dam-dam (saluran pembuangan / pembilas), instalasi pencucian, gudang-gudang kantor dan jalan-jalan tambang dan lain-lain yang sesuai dengan rencana peta.
Setelah semua peralatan terpasang dan semua sarana sudah siap, maka operasi penggalian dapat dilaksanakan.

Secara umum bagan alir kegiatan penambangan dan tata letak sarana-prasarana yang digunakan pada penambangan timah sistim tambang semprot dapat diliha pada gambar 1 dan 2.


Sistim Penambangan dengan kapal keruk (Dredging)
Metoda dredging adalah system penambangan timah diperairan (sungai, pantai, lepas pantai/laut, atau daratan berair yang menggunakan kapal keruk sebagai peralatan penggaliannya.
Kapal keruk dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, jika ditinjau dari medan operasinya dapat dibagi menjadi : Kapal keruk laut, darat dan ampibi, jika ditinjau dari cara kerja penggaliannya dapat dibagi menjadi kapal keruk jenis mesin gali mangkok (MGM), Mesin Gali Isap (MGI), Grabe dan Dipper. Tetapi yang digunakan di PT. Tambang Timah saat ini hanya jenis MGM dan Jenis MGI.
Perbedaan utama dari kapal keruk jenis MGM dan MGI adalah dalam peralatan pemnggalian dan perlengkapamn pencuciannya. Peralatan gali pada kapal keruk jenis MGM berupa rangkaian mangkok-mangkok, sedangkan pada jenis kapal MGI adalah berupa cutter dan pompa isap. Peralatn pencucian kapal keruk jenis MGM umumnya berupa peralatan yang meliputi :Rotary screen dan Jig yang diletakan diatas ponto, sedangkan pada kapal keruk jenis MGI umumnya berupa sluice box (shakan atau palong) atau jig dan meja goyang yang ditempatkan diluar pontoon (diluar kapal).

Peralatan dan perlengkapan kapal keru jenis MGM.
Ponton
Kontruksi bangunan atas
Peralatan dan sarana seperti. :
- Tangga (ladder)
- Peralatan penggerak tangga
- Peralatan pencucian
- Peralatan penggerak mangkok (main drive)
- Peralatan penggerak pontoon
- Pembangkit listrik

- Ponton
Ponton merupakan kesatuan dari beberapa tangki yang disambung satu sama lain yang berfungsi sebagai alat pengapung. Sebagian besar dinding di sekeliling pontoon tenggelam dalam air (disebut draft), sebagian kecil yang timbul dipermukaan air (disebut Dry bord).

- Kontruksi / Bangunan atas
Diatas pontoon dibuat kontruksi yang kuat untuk menopang semua peralatan-peralatan yang ada dalm klapal keruk.

- Tangga (ladder)
Tangga merupakan kontruksi dari baja profil, plat baja, dll yang dilengkapi dengan rol, pembalik atas, pembalik bawah dan bucket idler berada.

- Peralatan pencucian
Peralatan pencucian umumnya terdiri atas penyaring berputar, bak penampung, jig, soklon dll.

- Peralatan penggerak tangga
Peralatan penggerak tangga (Gerakan naik turun tangga adalah hasil gera putar denganitik putar pada poros ysng satu sumbu dengan poros pembalik atas) Kabel baja yang keluar dari drum dihubungkan dengan system puly yang diberinama roda angkat atas dan roda angkat bawah (terletak pada tangga).
Roda angkat atas dan roda angkat bawah masing-masing terdiri dari empat blok, dengan satu drum dilayani oleh satu blok. Kabel yang keluar dari drum melewati roda angkat atas dan bawah seterusnya menuju ketempet pemegang kabel yang diberinama Automatic Compensation Anchorage.

- Peralatan penggerak mangkok
Peralatan penggerak mangkok disebut penggerak utama (main drive), bagian-bagian utamanyan terdiri dari. :
Motor penggerak utama (main drive motor), berupa motor induksi 550 kW 750 rpm. Dilakukan pengaturan putaran dari 375 s/d 750 rpm (maksimum).
Rem pendorong hydrolic listrik (electro hydrolic thrytors motor brake) : Torsi pengereman 11700 N.m Untuk menghentikan motor barring dan motor penggerak utama.
Unit reduksi dilakukan dengan dua cara :
I. i = 25 (750 – 30 rpm), putaran cepat
II. i = 34,72 = (750 – 21,6 rpm), putaran lambat
Pada reduksi II torsi dibatasi sampai 75 % beban penuh nominal (torsi nominal) untuk menjaga kelebihan tegangan pada roda-roda gigi.
Kopling yg dioperasikan secara manual
Unit reduksi barring : 1000 – 30 rpm
Motor barring, motor induksi : 37 kW – 1000 rpm

Cara kerja mesin MGM (Mesin gali mangkok)
Proses pengerukan material hingga tertuang sebagai bahan galian untuk diolah lebih lanjut, adalah sebagai berikut :
Poros penggerak rantai ember berputar dengan arah gerakan dari bawah keatas (gerakan maju / berisi) hingga keseluruhan rantai ember bergerak berputar melalui poros penggerk atas (top tumbler) dan poros penggerak bawh ( bottom tumbler).
Rantai ember bergerak teratur sesuai dengan kecepatan putarannya ( 22 ember per menit) melalui rol-rol pengantar yg terdapat dibadan penghubung kedua poros penggerak. Rol-rol pengantar turut berputar agar beban penggerakan berkurang (ringan). Rol-rol pengantar disebut Lei-roll atau Ladder roll, sedangkan badan penghubung kedua ujung poros perputaran disebut tangga (Ladder).
Kedalaman pengerukan dapat diatur dengan menurukan atau menaikan posisi onder roll (bottom tumbler) terhadap permukaan air. Dalam hal ini berarti ladder digerakan turun naik oleh alat pengangkat dengan poros perputaran berada pada poros penggerak atasnya. Alat pengangkat ini disebut Derek tangga (ladder-lier atau ladder-hoist).
Agar pengerukan yang efektif berlanjut terus, mesin gali mangkok harus dapat bergerak kesamping. Namun tidak boleh bergerak mundur atau maju. Hal ini dapat dimengerti karena perputaran rantai ember yang bersinggung dengan material / tanah. Secara langsung akan mengakibatkan pergerakan mesin gali mangkok mundur dalam keadaan terapung. Gerakan mundur tersebut tidak di inginkan, oleh karena itu mesin gali mangkok harus ditambatkan dengan menggunakan jangkar ysng cukup kuat. Pergerakan mesin gali mangkok kesamping, maupun mundur atau maju diatur melalui penarikan kawat-kawat yang tergulung pada drum-drum atau tromol-tromol berputar yang dihubungkan langsung pada jangkar-jangkar yg tertancap jauh dari kapal (600 – 2000 m). Drum-drum penggulung kawat disebut tromol lier. Karena keseluruhan perputaran drum-drum penggulung tersebut terpusat dan saling bertalian satu sama lain shg disebut central lier. Perlu diketahui bahwa pergerakan MGM hanya dapat terjadi apabila central lier dan kondisi jangkar berfungsi dengan baik.

Kamis, 20 November 2008

BANTALAN LUNCUR / BABIT BEARING

Bantalan Luncur
Bantalan luncur adalah suatu elemen mesin yang berfungsi untuk menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung dengan halus dan aman. Jenis bantalan ini mampu menumpu poros dengan beban besar. Atas dasar arah beban terhadap poros maka bantalan luncur dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (1)
1. Bantalan Radial atau disebut jurnal bearing, dimana arah beban yang ditumpu bantalan adalah tegak lurus terhadap sumbu poros.
2. Bantalan aksial atau disebut trust bearing, yaitu arah beban yang ditumpu bantalan adalah sejajar dengan sumbu poros.
3. Bantalan luncur khusus adalah kombinasi dari bantalan radial dan bantalan aksial.

Karena gesekannya yang besar pada saat mulai jalan,
maka bantalan luncur memerlukan momen awal yang besar. Pelumasan pada bantalan ini tidak begitu sederhana, karena gesekan yang besar akan menimbulkan panas pada bantalan, sehingga memerlukan pendinginan khusus.


Pada umumnya Konstruksi bantalan luncur berbentuk
silinder atau silinder yang dibelah dua yang pada bagian dalamnya biasanya dilapisi oleh bahan yang mempunyai sifat-sifat seperti :
1. Mempunyai kekuatan yang cukup untuk menahan beban statis dan beban dinamis
2. Tahan aus
3. Mampu membenamkan kotoran atau partikel-partikel halus
4. Dapat menyesuaikan diri terhadap lenturan poros atau geometri poros
5. Tahan korosi
6. Koefisien gesek yang rendah
7. Mempunyai ketahanan terhadap pengelupasan lapisan

Ada beberapa jenis bahan yang biasa digunakan sebagai lapisan pada rangka bantalan, yaitu paduan timah putih (Tin base alloy) dan paduan timah hitam (Lead base alloy). Paduan ini biasa disebut logam putih (white metal) atau logam Babbitt.
Logam Babbitt ini relatif lunak, sehingga untuk meningkatkan kemampuannya dalam menumpu beban maka harus ditumpu oleh rangka bantalan (bearing shell) yang lebih kuat.
Rangka bantalan biasanya terbuat dari Baja, Besi cor atau paduan Tembaga.4) Logam Babbitt ini kemudian dilapiskan pada permukaan dinding dalam dari rangka bantalan dengan cara pengecoran, pengelasan, metal spray atau elektro plating.
Lapisan babbit ini harus dapat melekat dengan kuat pada rangka bantalan. Kekuatan ikatan antara logam babbit dan rangka bantalan dapat dicapai dengan baik jika preparasi dari permukaan rangka bantalan dilakukan dengan sempurna.
2.2. Logam putih atau BABBITT
Logam putih dikenal sebagai bahan yang paling baik
untuk bahan bantalan karena kekerasannya yang lebih rendah (23 - 33 HV ) dari shaft serta mempunyai sifat mampu bentuk dan mampu benamnya yang lebih baik dibanding dengan material-material lain yang digunakan sebagai bantalan. Logam ini digunakan secara luas pada mesin-mesin disel kapal laut, turbin, alternator dan peralatan-peralatan yang berputar. Logam putih dibagi kedalam 3 type yaitu : High tin-alloy, high lead-alloy dan intermediate alloy.
Logam putih atau babbitt ini pertama kali ditemukan pada tahun 1839 oleh Isaac Babbitt yang membuat komposisi sekitar : Sn = 89 %, Sb = 9 % dan Cu = 2 %. Untuk membedakan komposisi ini dengan penomoran yang ditemukan kemudian maka komposisi diatas disebut sebagai "Genuine babbitt". 6)
Komposisi serta sifat fisik dari paduan timah putih yang digunakan untuk bantalan menurut ASTM B23 ditunjukan pada tabel berikut 4)
Tabel 2.1 Komposisi kimia dan sifat fisik dari Tin base alloy

Paduan grade 1,2 dan 3 serta SAE 11 dan 12 kandungan timah hitam (Pb) dibatasi maksimum 0,5 %, hal ini dikarenakan Pb dan Sn pada konsentrasi tertentu akan membentuk eutectik dengan titik cair 180 oC.
Struktur mikro paduan yang mengandung tembaga sekitar 0,5 % sampai 4 % dan antimoni sekitar 8 %, membentuk senyawa intermetalik Cu6Sn5 yang berbentuk jarum dan endapan partikel-partikel SnSb yang berbentuk bulat yang halus dan tersebar.
Pendinginan yang cepat menghasilkan struktur yang lebih halus sehingga akan meningkatkan kekuatan serta elongasinya.4)
Berikut ini gambar struktur mikro dari logam babbit yang sesuai dengan ASTM B.23 grade.2.4)


Cu6Sn5

SnSb


Gambar 2.2 Stuktur mikro babbit ASTM B.23 grade.2
Pembesaran : 500 X; Etsa : Nital 3 %

Adapun pengaruh unsur-unsur yang lain adalah sebagai berikut :4)
· Seng ( Zn ) : Secara umum tidak memberikan pengaruh yang besar tetapi pada temperatur sekitar 60 oC dapat meningkatkan ketahanan terhadap deformasi.
· Arsen ( As ) : Meningkatkan ketahanannya terhadap deformasi pada kondisi temperatur yang lebih tinggi.
· Aluminium ( Al ) : Sedikit aluminium, walaupun dibawah 1 % akan mengubah strukturmikronyaBismuth ( Bi ) : Dengan Sn akan membentuk titik eutectic yang dapat mencair pada temperatur 1350 C.

Kamis, 13 November 2008

PROPERTIES OF TIN FOR PLAIN BEARING MATERIALS

PPROPERTIES OF TIN
FOR SLEEVE BEARING MATERIALS

The tin base bearing materials knows commercially as “Babbitt metals” or “Babbitt”, are substantially alloys of tin, antimony and copper. In these alloys, Zinc, Aluminum, arsenic, bismuth and iron content should be limited.
The composition of tin base bearing alloys according to ASTM Specification B 23 and SAE specification are shown in table 1.
The presence of zinc in these bearing metals is not generally favored, arsenic increases their resistance to deformation at all temperatures, while zinc has a similar effect at 100 F, but causes little or no change at room temperature. Zinc has a marked effect on the microstructure of certain of these alloys. Small quantities of aluminum, even less than 1 % will modify their microstructure.
Bismuth is objectionable because, in combination with tin, it form a eutectic that melt at 279 F. at temperature above this eutectic, the strength of the alloys is decreased appreciably. In high tin alloys such as ASTM grade 1, 2 and 3 and SAE 11 and 12, lead content is limited to 0.50 % or less because of the deleterious effect of higher percentages on the strength f these alloys at temperature of 300 F or more. Lead and tin form a eutectic that melt at 361 F. Bearing at temperature exceeding this point naturally becomes fragile as a result of the formation of a liquid phase within them.
The mechanical properties of ASTM Grade 1 to 5 are shown in table 2.
Value for brinell harness limit of proportionally, compressive yield strength and ultimate compressive strength (load per unit initial area required to compress test pieces 0.250 inch per inch of length) of representative tin-antimony-copper alloys are given in table 3.
The total deformation of the sample in the compression testing of Babbitt is function of the duration of application of the load, a point sometimes overlooked by those reporting and studying result of tests on materials as plastic as these alloys. What is true of compression test is also true of other types of static test. Still, the know limitation of static test do not discount their value. A brinell tes, for example, wherein the load is applied for a standard tine (for instance, 30 sec) is of considerable value for purpose of manufacturing control. Between the brinell hardness of the tin-base bearing materials and their properties in compression, there is a relationship close enough to permit making a fair estimate of the properties in compression on the basis of brinell tests alone.
A knowledge of the properties of these alloys in compression, although usefull, is less important than an understanding of the beneficial effect on bearing life brought about by reducing the thickness of liners in bearing, particularly in those which are to be repeatedly stresses. The relationship that exists between bearing life and thickness of Babbitt is shown in fig. 1.
Compare with others bearing materials, the tin-base alloys have relative low resistance to fatigue, but their resistance is sufficient to warrant their use under low load condition. These alloys are commercially easy to bond and to handle, and they have excellent antiseizure qualities. Further, they resist corrosion much better than lead-base bearing alloys.
Of the above alloys, SAE 12 (ASTM grade 2) is most widely used in the automotive field at the present time. ASTM grade 4 and 5 have a rather limited application and relative unimportant. The microstructure of these alloys varies in accordance with their composition. Alloys that contain from about 0.5 to 8 % Cu and less than about 8 % Sb are characterized by a solid solution matrix in which needles of a copper rich constituent and fine rounded particles of precipitated SbSn are distributed. The proportion of the copper-rich constituent increases with copper content. SAE 12 (ASTM grade 2) has a structure of this type in which the needle often assume a characteristic hexagonal star-like pattern.
Alloys that contain from about 0.5 to 8 % Cu and more than about 8 % Sb exhibit primary cuboids of SbSn, as well as needle of the copper rich constituent in the matrix solid solution. In alloys that contain about 8 % Sb and from about 0.5 tom 8 % Cu, rapid cooling has the effect of suppressing the formation of the cuboids of SbSn. This is particularly true of alloys containing the lower percentages of copper.
Some of the mechanical properties of ASTM grade 2 and 3 are shown in Fig.2. A standar 0.505 inch. Bar of chill cast columnar-grained metal was use as the tensile test speciment, the columnar crystal being perpendicular to the axis of the bar. The speed of testing was 0.015 inch per minute to the yield point and 0.250 inch per minute beyond.
The harness test were made with 125 or 500 kg load applied for 30 second. In the compression test, the specimens, 0.5 inch in diameter by 1.5 inch long, were oriented so that the grain structure was parallel to the axis. The testing speed was 0.015 inch per minute, the strength being taken at 1 % deformation.
Bar with diameter from 0.330 to 0.375 inch were use in a rotating cantilever-beam machine to determine the fatigue properties, the speed of rotation varying from 2000 to 8000 rpm. The columnar in the chill cast were perpendicular to the axis, and the fatigue strength was taken at 100 million cycles. There was no noticeable effect that could be attributed to the variation in diameter of specimens or testing speed.
Creep data for SAE 12 (Fig. 3) were obtained from a tubular specimen, 0.5 inch OD, 0.25 inch ID and 1 inch long, immersed in an oil bath at 250 F, the grain were parallel to the axis of the specimen. Compressive stress was applied at several level from 200 to 1200 psi long enough to produce a steady creep rate. Some specimen were in test as long as 1900 hours.